BAB II
PEMBAHASAN
II.I Demokrasi Pancasila
A. Pengertian Demokrasi Pancasila
Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani
Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya
dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum
demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan
waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan
perkembangan sistem“demokrasi” di
banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti
rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan
sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata
kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab
demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu
negara. Menurut Wikipedia Indonesia, demokrasi adalah bentuk atau mekanisme
sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat
(kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Demokrasi yang dianut di Indonesia
yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan
mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta
pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok
dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar
1945. Selain dari itu Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit dua
prinsip yang menjiwai naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai
Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum
(Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat).
2. Sistem Konstitusionil
Pemerintahan berdasarkan atas Sistem
Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak
terbatas).
Berdasarkan dua istilah Rechstaat
dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari
Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak
khas demokrasi Indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dimuat dalam Pembukaan UUD.
Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum,
dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah
laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama
manusia, tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan
masyarakat, usaha dan krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian
lain dari demokrasi Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan
untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila). Pengertian
tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden
Amerika Serikat yang menyatakan bahwa demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat.
Menurut konsep demokrasi,
kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta
warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara. Kenyataannya, baik dari
segi konsep maupun praktik, demos menyiratkan makna diskriminatif. Demos bukan
untuk rakyat keseluruhan, tetapi populus tertentu, yaitu mereka yang
berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal memiliki hak preogratif forarytif
dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik atau
menjadi wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang
memilihnya. (Idris Israil, 2005:51)
Secara ringkas, demokrasi Pancasila
memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:
1. Demokrasi
Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang
ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran
religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur,
berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.
2. Dalam
demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat
sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
3. Dalam
demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus
diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
4. Dalam
demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan
cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan,
sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.
B. Prinsip Pokok Demokrasi Pancasila
Prinsip merupakan kebenaran yang
pokok/dasar orang berfikir, bertindak dan lain sebagainya. Dalam menjalankan
prinsip-prinsip demokrasi secara umum, terdapat dua landasan pokok yang menjadi
dasar yang merupakan syarat mutlak untuk harus diketahui oleh setiap orang yang
menjadi pemimpin negara / rakyat / masyarakat / organisasi / partai / keluarga,
yaitu:
1. Suatu
negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik perorangan atau
milik suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan bukan pula milik penguasa
negara.
2. Siapapun
yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah selaku pengurusa
rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil terhadap seluruh
rakyatnya, dan sekaligus selaku pelayana rakyat, yaitu tidak boleh/bisa
bertindak zalim terhadap tuannyaa, yakni rakyat.
Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
1.
Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
a. Indonesia
ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan
belaka (machtstaat)
b. Pemerintah
berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme
(kekuasaan tidak terbatas),
c. Kekuasaan
yang tertinggi berada di tangan MPR.
2.
Perlindungan terhadap hak asasi manusia,
3.
Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah,
4. Peradilan
yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka,
artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh
Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya.
5. Adanya
partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi untuk menyalurkan
aspirasi rakyat.
6.
Pelaksanaan Pemilihan Umum.
7. Kedaulatan
adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD
1945), yang berbunyai Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
8.
Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
9.
Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME,
diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain.
10.
Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.
C. Ciri-Ciri Demokrasi Pancasila
Dalam bukunya, Pendidikan
Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan, Idris Israil (2005:52-53) menyebutkan
ciri-ciri demokrasi Indonesia sebagai berikut:
1. Kedaulatan
ada di tangan rakyat.
2. Selalu
berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
3. Cara
pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
4. Tidak
kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
5. Diakui
adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
6. Menghargai
hak asasi manusia.
7.
Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan
melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan
karena merugikan semua pihak.
8. Tidak
menganut sistem monopartai.
9. Pemilu
dilaksanakan secara luber.
10.
Mengandung sistem mengambang.
11. Tidak
kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
12.
Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.
D. Sistem Pemerintahan Demokrasi
Pancasila
Landasan formil dari periode Republik
Indonesia III ialah Pancasila, UUD 45 serta Ketetapan-ketetapan MPR. Sedangkan
sistem pemerintahan demokrasi Pancasila menurut prinsip-prinsip yang terkandung
di dalam Batang Tubuh UUD 1945 berdasarkan tujuh sendi pokok, yaitu sebagai
berikut:
1. Indonesia
Ialah Negara yang Berdasarkan Hukum
Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka(Machsstaat). Hal
ini mengandung arti bahwa baik pemerintah maupun lembaga-lembaga negara lainnya
dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan tindakannya
bagi rakyat harus ada landasan hukumnya. Persamaan kedudukan dalam hukum bagi
semua warga negara harus tercermin di dalamnya.
2. Indonesia
Menganut Sistem Konstitusional
Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat
absolutisme(kekuasaan yang mutlak
tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa
pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh
ketentuan konstitusi, di samping oleh ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang
merupakan pokok konstitusional, seperti TAP MPR dan Undang-undang.
3. Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
MPR sebagai pemegang kekuasaan
negara yang tertinggi seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945
pada halaman terdahulu, bahwa (kekuasaan
negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya
oleh MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai
penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang kekuasaan negara yang
tertinggi, MPR mempunyai:
Tugas pokok, yaitu:
Tugas pokok, yaitu:
a. Menetapkan
UUD
b. Menetapkan
GBHN
c. Memilih
dan mengangkat presiden dan wakil presiden
Wewenang MPR,
yaitu:
a. Membuat
putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain, seperti
penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden
b. Meminta
pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN
c.
Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden
d. Mencabut
mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya apabila
presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD 1945
e. Mengubah
undang-undang.
4. Presiden
Presiden adalah penyelenggaraan
pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Di
bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi. Presiden
selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada
majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan
MPR.
5. Pengawasan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Presiden tidak bertanggung jawab
kepada DPR, tetapi DPR mengawasi pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang
dipegang oleh presiden dan DPR harus saling bekerja sama dalam pembentukan
undang-undang termasuk APBN. Untuk mengesahkan undang-undang, presiden harus
mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR di bidang legislative ialah hak
inisiatif, hak amandemen, dan hak budget.
Hak DPR di
bidang pengawasan meliputi:
a. Hak
tanya/bertanya kepada pemerintah
b. Hak
interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah
c. Hak Mosi
(percaya/tidak percaya) kepada pemerintah
d. Hak
Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal
e. Hak
Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah.
6. Menteri
Negara
Menteri Negara adalah pembantu
presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden memiliki
wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Menteri ini tidak
bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Berdasarkan hal tersebut,
berarti sistem kabinet kita adalah kabinet kepresidenan/presidensil. Kedudukan
Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka bukan pegawai
tinggi biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam prakteknya
berada di bawah koordinasi presiden.
7. Kekuasaan
Kepala Negara Tidak Tak Terbatas
Kepala Negara tidak bertanggung
jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak
terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR. Kedudukan DPR kuat
karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua anggota DPR merangkap
menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden.
E. Fungsi Demokrasi Pancasila
Adapun fungsi demokrasi Pancasila adalah
sebagai berikut:
1. Menjamin
adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara
Contohnya:
Ikut menyukseskan Pemilu, ikut menyukseskan Pembangunan, ikut duduk dalam badan
perwakilan/permusyawaratan, dll.
2. Menjamin
tetap tegaknya negara RI.
3. Menjamin
tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional
4. Menjamin
tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila
5. Menjamin
adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara
6. Menjamin
adanya pemerintahan yang bertanggung jawab
Contohnya:
Presiden adalah Mandataris MPR dan Presiden bertanggung jawab kepada MPR.
F. Macam-macam Istilah Demokrasi
1.
Demokrasi Klasik
Bentuk negara demokrasi klasik lahir dari pemikiran aliran yang dikenal
berpandangan a tree partite classification of state yang
membedakan bentuk negara atas tiga bentuk ideal yang dikenal sebagai bentuk
negara kalsik-tradisional. Para penganut aliran ini adalah Plato, Aristoteles,
Polybius dan Thomas Aquino.
Plato dalam ajarannya
menyatakan bahwa dalam bentuk demokrasi, kekuasan berada di tangan rakyat
sehingga kepentingan umum (kepentingan rakyat) lebih diutamakan. Secara
prinsipil, rakyat diberi kebebasan dan kemerdekaan. Akan tetapi kemudian rakyat
kehilangan kendali, rakyat hanya ingin memerintah dirinya sendiri dan tidak mau
lagi diatur sehingga mengakibatkan keadaan menjadi kacau, yang disebut Anarki.
Aristoteles sendiri mendefiniskan demokrasi sebagai penyimpangan kepentingan
orang-orang sebagai wakil rakyat terhadap kepentingan umum. Menurut Polybius,
demokrasi dibentuk oleh perwalian kekuasaan dari rakyat. Pada prinsipnya konsep
demokrasi yang dikemukakan oleh Polybius mirip dengan konsep ajaran Plato.
Sedangkan Thomas Aquino memahami demokrasi sebagai bentuk pemerintahan oleh
seluruh rakyat dimana kepentingannya ditujukan untuk diri sendiri.
2.
Demokrasi Modern
Ada tiga tipe demokrasi
modern, yaitu :
Demokrasi representatif dengan sistem
presidensial
Dalam sistem ini terdapat pemisahan tegas antara badan dan fungsi
legislatif dan eksekutif. Badan eksekutif terdiri dari seorang presiden, wakil
presiden dan menteriyang membantu presiden dalam
menjalankan pemerintahan. Dalam hubungannya dengan badan perwakilan
rakyat (legislatif), para menteri tidak memiliki hubungan
pertanggungjawaban dengan badan legislatif. Pertanggungjawaban para menteri
diserahkan sepenuhnya kepada presiden. Presiden dan para menteri tidak dapat
diberhentikan oleh badan legislatif.
Demokrasi representatif dengan sistem
parlementer
Sistem ini menggambarkan hubungan yang erat antara badan eksektif dan
legislatif. Badan eksekutif terdiri dari kepala negara dan kabinet (dewan
menteri), sedangkan badan legisletafnya dinamakan parlemen. Yang
bertanggung jawab atas kekuasaan pelaksanaan pemerintahan adalah kabinet
sehingga kebijaksanaan pemerintahan ditentukan juga olehnya. Kepala negara
hanyalah simbol kekuasaan tetapi mempunyai hak untuk membubarkan parlemen.
Demokrasi representatif dengan sistem
referendum (badan pekerja).
Dalam sistem ini tidak terdapat pembagian dan pemisahan kekuasaan. Hal ini
dapat dilihat dari sistemnya sendiri di mana BADAN eksekutifnya merupakan
bagian dari badan legislatif. Badan eksekutifnya dinamakan bundesrat yang
merupakan bagian dari bundesversammlung (legislatif) yang
terdiri dari nationalrat-badan perwakilan nasional- dan standerat yang
merupakan perwakilan dari negara-negara bagian yag disebut kanton.
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh American Institute of Public Opinion terhadap 10 negara dengan
pemerintahan terbaik, diantaranya yaitu Switzerland, Inggris, Swedia dan Jepang
di posisi terakhir, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri demokrasi (modern) yaitu
adanya hak pilih universal, pemerintahan perwakilan, partai-partai politik
bersaing, kelompok-kelompok yang berkepentingan mempunyai otonomi dan
sistem-sistem komunikasi umum, frekuensi melek huruf tinggi, pembangunan ekonomi
maju, besarnya golongan menengah.
3.
Demokrasi totaliter
Demokrasi totaliter adalah sebuah istilah yang diperkenalkan oleh sejarahwanIsrael, J.L. Talmon untuk
merujuk kepada suatu sistem pemerintahan di
mana wakil rakyat yang
terpilih secara sah mempertahankan kesatuan negara kebangsaan yangwarga negaranya,
meskipun memiliki hak untuk memilih, tidak banyak atau bahkan sama
sekali tidak memiliki partisipasi dalam
proses pengambilan keputusan pemerintah. Ungkapan ini sebelumnya telah
digunakan oleh Bertrand de Jouvenel danE.H. Carr.
4.
Liberalisme
Liberalisme atau Liberal adalah
sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan
tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah
nilai politik yang utama.
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas,
dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak
adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Liberalisme menghendaki
adanya, pertukaran gagasan yang bebas, ekonomi pasar yang
mendukung usaha pribadi (private
enterprise) yang relatif bebas, dan suatu sistem pemerintahan yang transparan, dan
menolak adanya pembatasan terhadap pemilikan individu. Oleh karena itu paham
liberalisme lebih lanjut menjadi dasar bagi tumbuhnya kapitalisme.
Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi,
hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas.
Bandingkan pandangan-pandangan liberalisme dengan paham agama seringkali
berbenturan karena liberalisme menghendaki penisbian dari semua tata nilai,
bahkan dari agama sekalipun. meski dalam prakteknya berbeda-beda di setiap
negara, tetapi secara umum liberalisme menganggap agama adalah pengekangan
terhadap potensi akal manusia.
“‘Liberalisme’ didefinisikan sebagai suatu etika sosial yang menganjurkan
kebebasan dan kesetaraan secara umum.” – Coady, C. A. J. Distributive
Justice, A Companion to Contemporary Political Philosophy, editors Goodin,
Robert E. and Pettit, Philip. Blackwell Publishing, 1995, p.440. B: “Kebebasan itu sendiri bukanlah sarana untuk mencapai
tujuan politik yang lebih tinggi. Ia sendiri adalah tujuan politik yang
tertinggi.”- Lord Acton.
Oxford Manifesto dari Liberal International:
“Hak-hak dan kondisi ini hanya dapat diperoleh melalui demokrasi yang sejati.
Demokrasi sejati tidak terpisahkan dari kebebasan politik dan didasarkan pada
persetujuan yang dilakukan dengan sadar, bebas, dan yang diketahui benar (enlightened)
dari kelompok mayoritas, yang diungkapkan melalui surat suara yang bebas dan
rahasia, dengan menghargai kebebasan dan pandangan-pandangan kaum minoritas.”.
“‘Liberalisme’ didefinisikan sebagai suatu etika sosial yang menganjurkan
kebebasan dan kesetaraan secara umum.” – Coady, C. A. J. Distributive
Justice, A Companion to Contemporary Political Philosophy, editors Goodin,
Robert E. and Pettit, Philip. Blackwell Publishing, 1995, p.440. B: “Kebebasan
itu sendiri bukanlah sarana untuk mencapai tujuan politik yang lebih tinggi. Ia
sendiri adalah tujuan politik yang tertinggi.”- Lord Acton
Oxford Manifesto dari Liberal International:
“Hak-hak dan kondisi ini hanya dapat diperoleh melalui demokrasi yang sejati.
Demokrasi sejati tidak terpisahkan dari kebebasan politik dan didasarkan pada
persetujuan yang dilakukan dengan sadar, bebas, dan yang diketahui benar (enlightened)
dari kelompok mayoritas, yang diungkapkan melalui surat suara yang bebas dan
rahasia, dengan menghargai kebebasan dan pandangan-pandangan kaum minoritas.
5.
Meritokrasi
Berasal dari kata merit atau manfaat, meritokrasi menunjuk
suatu bentuk sistem politik yang memberikan penghargaan
lebih kepada mereka yang berprestasi atau berkemampuan. Kerap dianggap sebagai
suatu bentuk sistem masyarakat yang sangat adil dengan memberikan tempat kepada
mereka yang berprestasi untuk duduk sebagai pemimpin, tetapi tetap dikritik
sebagai bentuk ketidak adilan yang kurang memberi tempat bagi mereka yang
kurang memiliki kemampuan untuk tampil memimpin.
Dalam pengertian
khusus meritokrasi kerap di pakai menentang birokrasi yang
saratKKN terutama
pada aspek nepotisme.
6.
Plutokrasi
Plutokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan yang mendasarkan suatu kekuasaan
atas dasar kekayaan yang mereka miliki. Mengambil kata dari bahasa Yunani, Ploutos yang
berarti kekayaan dan Kratos yang berarti kekuasaan. Riwayat
keterlibatan kaum hartawan dalam politik kekuasaan memang berawal di kota Yunani, untuk
kemudian diikuti di kawasan Genova, Italia.
7.
Teokrasi
Teokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana agama atau iman memegang peran
utama.
Kata “teokrasi” berasal dari bahasa Yunani θεοκρατία
(theokratia). θεος (theos) artinya “tuhan” dan κρατειν (kratein)
“memerintah”. Teokrasi artinya “pemerintahan oleh tuhan”.
8.
Demokrasi Kesukuan
Demokrasi Kesukuan adalah sebuah sistem atau bentuk pemerintahan setempat yang
diselenggarakan di dalam batas-batas: wilayah ulayat, jangkauan hukum adat, dan
sistem kepemimpinan serta pola kepemimpinan suku dan segala perangkat
kesukuannya (tribal properties). Demokrasi Kesukuan juga dapat disebut sebagai
demokrasi yang asli dan alamiah alamiah.
Demokrasi Kesukuan,
menurut penggagasnya, Sem Karoba, adalah sebuah
demokrasi yang tidak mengenal partai politik, karena partai politik pada
dasarnya dibentuk untuk membangun aliansi, afiliasi dan aosisiasi satu orang
dengan yang lainnya. Masyarakat Adat di dalam suku-suku sudah memiliki aliansi,
afiliasi dan asosiasi, maka demokrasi yang dibangun berdasarkan suku, dibangun
atas dasar kondisi real dimaksud.
Menurut Sem Karoba,
Demokrasi Kesukuan merupakan demokrasi yang berlaku di dalam suku-suku.
II.II Sejarah Indonesia
A. Berakhirnya Pemerintahan Orde Baru
A. I Faktor Penyebab Munculnya Reformasi
Perjalanan panjang
sejarah Orde Baru di Indonesia dapat melaksanakan pembangunan sehingga mendapat
kepercayaan dalam dan luar negeri. Mengalawai perjalannya pada dasawarsa 60-an
rakyat sangat menderita pelan-pelan keberhasilan pembangunan melalui tahapan
dalam pembangunan lima tahun (Pelita) sedikit demi sedikit kemiskinan rakyat
dapat dientaskan. Sebagai tanda terima kasih kepada pemerintah Orde Baru yang
berhasil membangun negara, Presiden Soeharto diangkat menjadi "Bapak
Pembangunan ". Tenyata keberhasilan pembangunan tersebut
tidak merata, maka kemajuan Indonesia ternyata hanya semu belaka. Ada
kesenjangan yang sangat dalam antara yang kaya dan yang miskin. Rakyat
mengetahui bahwa hal ini disebabkan cara-cara mengelola negara yang tidak sehat
ditandai dengan merajalela korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Protes dan
kritik masyarakat seringkali dilontarkan namun pemerintah Orba seolah-olah
tidak melihat, dan mendengar, bahkan masyarakat yang tidak setuju kepada
kebijaksanaan pemerintah selalu dituduh sebagai "PKI", subversi, dan
sebagainya.
Pada pertengahan tahun
1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi, harga-harga mulai membumbung tinggi
sehingga daya beli rakyat sangat lemah, seakan menjerit lebih-lehih banyak
perusahaan yang terpaksa melakukan "PHK" karyawannya. Diperburuk lagi
dengan kurs rupiah terhadap dolar sangat rendah. Disinilah para mahasiswa,
dosen, dan rakyat mulai berani mengadakan demonstrasi memprotes kebijakan
pemerintah. Setiap hari mahasiswa dan rakyat mengadakan demonstrasi mencapai
puncaknya pada bulan Mei 1998,
dengan berani meneriakkan reformasi bidang politik, ekonomi, dan hukum.
Pada tanggal 20 Mei
1998 Presiden Soeharto berupaya untuk memperbaiki program Kabinet Pembangunan
VII dengan menggantikan dengan nama Kabinet Reformasi, namun tidak mendapat
tanggapan rakyat. Pada hari berikutnya tanggal 21 Mei 1998 dengan berdasarkan
Pasal 8 UUD 1945, Presiden Soeharto terpaksa menyerahkan kepemimpinan kepada
Wakil Presiden Prof. DR. B.J. Habibie.
A.
II Krisis Ekonomi
Diawali krisis moneter
yang melanda Asia Tenggara sejak bulan Juli 1997 berimbas pada Indonesia,
bangunan ekonomi Indonesia ternyata belum kuat untuk menghadapi krisis global
tersebut. Krisis ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat. Nilai tukar rupiah turun dari Rp. 2.575,00 menjadi Rp.
2.603,00 pada 1 Agustus 1997. Tercatat
di bulan Desmeber 1997 nilai tukar rupiah terhadap dolar mencapai R. 5.000,00
perdolar, bahkan mencapai angka Rp. 16.000,00 perdolar pada sekitar Maret 1997.
Nilai tukar rupiah
semakin melemah,pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0 % sebagai akibat
lesunya ikiim bisnis. Kondisi moneter mengalami keterpurukan dengan
dilikuidasinya 16 bank pada bulan Maret 1997. Untuk membantu bank-bank yang
bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan
mengeluarkan Kredit Likuidasi Bank Indonesia (K.LBI), ternyata tidak membawa
hasil sebab pinjaman BLBI terhadap bank bermasalah tersebut tidak dapat
mengembalikan. Dengan demikian pemerintah harus menanggung beban utang yang
cukup besar. Akibatnya kepercayaan dunia intemasional mulai menurun. Krisis
moneter ini akhimya berdampak pada krisis ekonomi sehingga menghancurkan sistem
fundamental perekonomian Indonesia.
Penyebab krisis
ekonomi diantaranya, ialah :
ü Utang Negara Republik
Indonesia.
Penyebab krisis
diantaranya adalah utang luar negeri yang sangat besar, terhitung bulan
Pebruari 1998 pemerintah melaporkan tentang utang luar negeri tercatat :
Utang swasta nasional Rp. 73,962 miliar dolar AS + utang pemerintah Rp. 63,462 miliar dolar AS, jadi utang seluruhnya mencapai 137,424 miliar dolar AS. Data ini diperoleh dari pernyataan Ketua Tim Hutang-Hutang Luar Negeri Swasta (HLNS), Radius Prawiro seusai sidang Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan (DPKEK) yang dipimpin oleh Presiden Soeharto di Bina Graha pada 6 Pebruari 1998.
Perdagangan luar negeri semakin sulit karena barang dari luar negeri menjadi sangat mahal harganya. Mereka tidak percaya kepada para importir Indonesia yang dianggap tidak akan mampu membayar barang dagangannya. Hampir semua negara tidak mau menerima letter of credit (L/C) dari Indonesia. Hal ini disebabkan sistem perbankan di Indonesia yang tidak sehat karena kolusi dan korupsi.
Utang swasta nasional Rp. 73,962 miliar dolar AS + utang pemerintah Rp. 63,462 miliar dolar AS, jadi utang seluruhnya mencapai 137,424 miliar dolar AS. Data ini diperoleh dari pernyataan Ketua Tim Hutang-Hutang Luar Negeri Swasta (HLNS), Radius Prawiro seusai sidang Dewan Pemantapan Ketahanan Ekonomi dan Keuangan (DPKEK) yang dipimpin oleh Presiden Soeharto di Bina Graha pada 6 Pebruari 1998.
Perdagangan luar negeri semakin sulit karena barang dari luar negeri menjadi sangat mahal harganya. Mereka tidak percaya kepada para importir Indonesia yang dianggap tidak akan mampu membayar barang dagangannya. Hampir semua negara tidak mau menerima letter of credit (L/C) dari Indonesia. Hal ini disebabkan sistem perbankan di Indonesia yang tidak sehat karena kolusi dan korupsi.
ü Penyimpangan
Pasal 33 UUD 1945.
Pemerintah Orde
Baru berusaha menjadikan Indonesia sebagai negara industri yang kurang
memperhatikan dengan seksama kondisi riil masyarakat agraris, dan pendidikan
masih rendah, sehingga akan sangat sulit untuk segera berubah menjadi
masyarakat industri. Akibatnya yang terpacu hanya masyarakat kelas ekonomi
atas, para orang kaya yang kemudian menjadi konglomerat. Meskipun gross
national product (GNP) pada masa Orba pernah mencapai diatas US$ 1.000,00
tetapi GNP tersebut tidak menggambarkan pendapatan rakyat sebenamya, karena
uang yang beredar sebagian besar dipegang oleh orang kaya dan konglomerat.
Rakyat secara umum masih miskin dan kesenjangan sosial ekonomi semakin besar.
Pengaturan
perekonomian pada masa Orba sudah menyimpang dari sistem perekonomian
Pancasila, seperti yang diatur dalam Pasal 33 ayat (1), (2), dan (3). Yang
terjadi adalah berkembangnya ekonomi kapitalis yang dikuasai para konglomerat
dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoli korupsi, dan kolusi.
ü Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme
Masa Orde Baru
dipenuhi dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme menyebabkan runtuhnya
perekonomian Indonesia. Korupsi yang menggerogoti keuangan negara, kolusi yang
merusak tatanan hukum, dan nepotisme yang memberikan perlakuan istimewa
terhadap kerabat dan kawan menjadi pemicu lahimya reformasi di Indonesia.
Walaupun praktek
korupsi, kolusi, dan nepotisme ini telah merugikan banyak pihak, termasuk
negara tapi tidak dapat dihentikan karena dibelakangnya ada suatu kekuatan yang
tidak tersentuh hukum.
ü Politik
Sentralisasi
Pemerintahan Orde
Baru menjalankan politik sentralistik, yakni bidang politik, ekonomi, sosial
dan budaya peranan pemerintah pusat sangat menentukan, sebaliknya pemerintah
daerah tidak 'punya peran yang signifikan. Dalam bidang ekonomi sebagian besar
kekayaan dari daerah diangkut ke pusat pembagian yang tidak adil inilah
menimbulkan ketidakpuasan rakyat dan pemerintah daerah. Akibatnya mereka
menuntut berpisah dari pemerintah pusat terutama terjadi di daerah-daerah yang
kaya sumber daya alam, seperti Aceh, Riau, Kalimantan Timur, dan Irian Jaya
(Papua).
Proses
sentralisasi bisa dilihat adanya pola pemberitaan pers yang Jakarta sentries.
Terjadinya banjir informasi dari Jakarta (pusat) sekaligus dominasi opini dari
pusat. Pola pemberitaan yang cenderung bias Jakarta, terutama di halaman pertama
pers. Kecenderuangan ini sangat mewarnai pola pemberitaan di halaman pertama
pers di daerah.
ü Krisis
Politik
Krisis politik
pada akhir orde baru ditandai dengan kemenangan mutlak Golkar dalam Pemilihan
Umum 1997 yang dinilai penuh kecurangan, Golkar satu-satunya kontestan pemilu
yang didukung fmansial maupun secara politik oleh pemerintah memenangkan pemilu
dengan meraih suara mayoritas. Golkar yang pada mulanya disebut sebagai
Sekretariat Bersama (Sekber) Golongan Karya, lahir dari usaha untuk menggalang
organisasi-organisasi masyarakat dan angkatan bersenjata, muncul satu tahun
sebelum peristiwa G30S/PKI tepatnya lahir pada tanggal 20 Oktober 1964. Dan
memang tidak dapat disangkal bahwa organisasi ini lahir dari pusat dan
dijabarkan sampai kedaerah-daerah. Disamping itu untuk tidak adanya loyalitas
ganda dalam tubuh Pegawai Negeri Sipil maka Korpri (Korps Pegawai Republik
Indonesia) yang lahir tanggal 29 Nopember 1971 ikut menggabungkan diri ke dalam
Golongan Karya. Golkar ini kemudian dijadikan kendaraan politik Soeharto untuk
mendukung kekuasaannya selama 32 tahun, karena tidak ada satupun kritik dari
infra struktur politik ini yang berani mencundangi dirinya.
K-emenangan Golongan Karya dinilai oleh para pengamat politik di Indonesia dan para peninjau asing dalam pemilu yang tidakjujur dan adil (jurdil) penuh ancaman dan intimidasi terhadap para pemilih di pedesaan. Dengan diikuti dukungan terhadap Jenderal (Pum) Soeharto selaku ketua dewan pembina Golkar untuk dicalonkan kembali sebagai presiden pada sidang umum MPR tahun 1998 temyata mayoritas anggota DPR/MPR mendukung Soeharto menjadi presiden untuk periode 1998-2003.
K-emenangan Golongan Karya dinilai oleh para pengamat politik di Indonesia dan para peninjau asing dalam pemilu yang tidakjujur dan adil (jurdil) penuh ancaman dan intimidasi terhadap para pemilih di pedesaan. Dengan diikuti dukungan terhadap Jenderal (Pum) Soeharto selaku ketua dewan pembina Golkar untuk dicalonkan kembali sebagai presiden pada sidang umum MPR tahun 1998 temyata mayoritas anggota DPR/MPR mendukung Soeharto menjadi presiden untuk periode 1998-2003.
Demokrasi yang
tidak dilaksanakan dengan semestinya menimbulkan permasalahan masa pemerintahan
Orde Barn, kedaulatan rakyat ada ditangan kelompok tertentu, bahkan lebih
banyak dipegang pihak penguasa. Kedaulatan ditangan rakyat yang dilaksanakan
sepenuhnya MPR dilaksanakan de jure secara de facto anggota MPR sudah diatur
dan direkayasa sehingga sebagian besar anggotanya diangkat dengan sistem
keluarga (nepotisme).
Rasa ketidak
percayaan rakyat kepada pemerintah, DPR, dan MPR memicu gerakan reformasi. Kaum
reformis yang dipelopori mahasiswa, dosen, dan rektomya menuntut pergantian
presiden, reshuffle kabinet, Sidang Istimewa MPR, dan pemilu secepatnya.
Gerakan menuntut reformasi total disegala bidang, termasuk anggota DPR/MPR yang
dianggap penuh dengan KKN dan menuntut pemerintahan yang bersih dari kolusi,
korupsi dan nepotisme.
Gerakan reformasi
menuntut pembaharuan lima paket undang-undang politik yang menjadi sumber
ketidakadilan, yaitu : (1) UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum; (2) UU
No. 1 Tahun 1985 tentang susunan, kedudukan, Tugas, dan wewenang DPR/MPR; (3)
UU No. 1 Tahun 1985 tentang partai politik dan Golongan Karya; (4) UUNo. 1
Tahun 1985 tentang Referendum; (5) UU No. 1 Tahun 1985 tentang organisasi
masa.
ü Krisis Hukum
Orde Baru banyak
terjadi ketidak adilan dibidang hukum, dalam kekuasaan kehakiman berdasar Pasal
24 UUD 1945 seharusnya memiliki kekuasaan yang merdeka terlepas dari kekuasaan
eksekutif, tapi Kenyataannya mereka dibawah eksekutif. Dengan demikian
pengadilan sulit terwujud bagi rakyat, sebab hakim harus melayani penguasa.
Sehingga sering terjadi rekayasa dalam proses peradilan.
Reformasi diperlukan aparatur penegak hukum, peraturan perundang-undangan, yurisprodensi, ajaran-ajaran hukum, dan bentuk praktek hukum lainnya. Juga kesiapan hakim, penyidik dan penuntut, penasehat hukum, konsultan hukum dan kesiapan sarana dan prasarana.
Reformasi diperlukan aparatur penegak hukum, peraturan perundang-undangan, yurisprodensi, ajaran-ajaran hukum, dan bentuk praktek hukum lainnya. Juga kesiapan hakim, penyidik dan penuntut, penasehat hukum, konsultan hukum dan kesiapan sarana dan prasarana.
ü Krisis
Kepercayaan
Pemerintahan Orde
Baru yang diliputi KKN secara terselubung maupun terang-terangan pada bidang
parlemen, kehakiman, dunia usaha, perbankan, peradilan, pemerintahan sudah
berlangsung lama sehingga disana-sini muncul ketidakadilan, kesenjangan sosial,
rusaknya system politik, hukum, dan ekonomi mengakibatkan timbul ketidak
percayaan rakyat terhadap pemerintahan dan pihak luar negeri terhadap Indonesia.
B.Gerakan Reformasi Indonesia
Reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan
berbangsa dan bernegara kearah yang lebih baik secara konstitusional dalam
bidang ekonomi, politik, hukum, dan sosial budaya. Dengan semangat reformasi,
rakyat menghendaki pergantian pemimpin bangsa dan negara sebagai langkah awal,
yang menjadi pemimpin hendaknya berkemampuan, bertanggungjawab, dan peduli
terhadap nasib bangsa dan negara.
Reformasi adalah pembaharuan
radikal untuk perbaikan bidang sosial, politik, atau agama (Kamus Besar Bahasa
Indonesia). Dengan demikian reformasi merupakan penggantian susunan tatanan
perikehidupan lama menjadi tatanan perikehidupan baru secara hukum menuju
perbaikan.
Reformasi yang digalang sejak 1998 merupakan formulasi menuju Indonesia baru dengan tatanan baru, maka diperlukan agenda reformasi yang jelas dengan penetapan skala prioritas, pentahapan pelaksanaan, dan kontrol agar tepat tujuan dan sasaran.
Reformasi yang digalang sejak 1998 merupakan formulasi menuju Indonesia baru dengan tatanan baru, maka diperlukan agenda reformasi yang jelas dengan penetapan skala prioritas, pentahapan pelaksanaan, dan kontrol agar tepat tujuan dan sasaran.
1. Tujuan Reformasi
Atas kesadaran rakyat yang dipelopori mahasiswa, dan
cendikiawan mengadakan suatu gerakan reformasi dengan tujuan memperbaharui
tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara, agar sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
2. Dasar Filosofi
Reformasi
Agenda reformasi yang disuarakan mahasiswa diantaranya
sebagai berikut: (1)adili Soeharto dan kroni-kroninya; (2) amandemen
Undang-Undang dasar 1945; (3) penghapusan dwifungsi ABRI; (4) otonomi daerah
yang seluas-luasnya; (5) Supermasi hukum; (6) pemerintahan yang bersih dari
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3.
Kronologi Reformasi
Kabinet Pembangunan VII dilantik awal Maret 1998 dalam
kondisi bangsa dan negara krisis, yang mengundang keprihatinan rakyat. Memasuki
bulan Mei 1998 mahasiswa di berbagai daerah melakukan unjuk rasa dan aksi
keprihatinan yang menuntut: (1) turunkan harga sembilan bahan pokok (sembako);
(2) hapuskan korupsi, kolusi, dan nepotisme; (3) turunkan Soeharto dari kursi kepresidenan.
Secara kronologi
terjadinya tuntutan reformasi sampai dengan turunnya Soeharto dari kursi
kepresidenan sebagai berikut: (1) pada tanggal 10 Mei 1998 perasaan tidak puas
terhadap hasil pemilu dan pembentukan Kabinet Pembangunan VII mewarnai kondisi
politik Indonesia. Kemarahan rakyat bertambah setelah pemerintah secara sepihat
menaikkan harga BBM. Namun keadaan ini tidak menghentikan Presiden Soeharto
untuk mengunjungi Mesir karena menganggap keadaan dalam negeri pasti dapat
diatasi; (2) pada 12 Mei 1998 semakin banyak mahasiswa yang berunjuk rasa
membuat aparat keamanan kewalahan, sehingga mereka harus ditindak lebih keras,
akibatnya bentrokan tidak dapat dihindari. Bentrokan aparat keamanan dengan
mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta yang berunjuk rasa tanggal 12 Mei 1998
mengakibatkan empat mahasiswa tewas tertembak yaitu Hery Hartanto, Elang Mulia
Lesmana, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan serta puluhan mahasiswa dan
masyarakat mengalami luka-luka.Peristiwa ini menimbulkan masyarakat berduka dan
marah sehingga memicu kerusuhan masa pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998 di Jakarta
dan sekitamya. Penjarahan terhadap pusat perbelanjaan, pembakaran toko-toko dan
fasilitas lainnya; (3) pada 13 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan ikut
berduka cita ats terjadinya peristiwa Semanggi.
Melalui Menteri Luar
Negeri Ali Alatas dan presiden menyatakan atas nama pemerintah tidak mungkin
memenuhi tuntutan para reformis di Indonesia; (4) pada 15 Mei 1998 Presiden
Soeharto tiba kembali di Jakarta, oleh karena itu Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia menyiagakan pasukan tempur dengan peralatannya di segala penjuru kota
Jakarta; (5) Presiden Soeharto menerima ketatangan Harmoko selaku Ketua DPR/MPR
RI yang menyampaikan aspirasi masyarakat untuk meminta mundur dari jabatan
Presiden RI; (6) pada 17 Mei 1998 terjadi demonstrasi besar-besaran di gedung
DPR/MPR RI untuk meminta Soeharto turun dari jabatan presiden Republik
Indonesia; (7) pada 18 Mei 1998 Ketua DPR/MPR RI Harmoko di hadapan para
wartawan mengatakan meminta sekali lagi kepada Soeharto untuk mundur dari
jabatan presiden RI; (8) pada 19 Mei 1998 beberapa ulama besar, budayawan, dan
toko cendiriawan bertemu Presiden Soeharto di Istana Negara membahas reformasi
dan kemungkinan mundurnya Presiden Soeharto, mereka ini adalah : Prof. Abdul
Malik Fadjar (Muhammadiyah), KH. Abdurrahman Wahid (PB NU), Emha Ainun Nadjib
(Budayawan), Nurcholis Madjid (Direktur Universitas Paramadina Jakarta), Ali
Yafie (Ketua MUI), Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra (Guru Besar Universitas Indonesia),
K.H. Cholil Baidowi (Muslimin Indonesia), Sumarsono(Muhammadiyah), Ahmad Bagja
(NU), K.H. Ma’ruf Amin (NU).
Sedangkan di luar aksi
mahasiswa di Jakarta agak mereda saat terjadi kerusuhan masa, tapi setelah
kejadian itu pada tanggal 19 Mei 1998 mahasiswa yang pro-reformasi berhasil
menduduki gedung DPR/MPR untuk berdialog dengan wakil rakyat walaupun mendapat
penjagaan secara ketat aparat keamanan; (9) pada 20 Mei 1998 Presiden Soeharto
berencana membentuk Komite Reformasi untuk mengkompromikan tuntutan para
demonstran. Namun, komite ini tidak pernah menjadi kenyataan karena dalam
komite yang mayoritas dari Kabinet Pembangunan VII tidak bersedia dipilih. Pada
suasana yang panas ini kaum reformis diseluruh tanah air bersemangat untuk
menuntur reformasi dibidang politik, ekonomi, dan hukum.
Maka tanggal 20 Mei
1998 Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk diminta
pertimbangan dalam rangka membentuk "Komite Reformasi" yang diketuai
Presiden. Namun komite ini tidak mendapat tanggapan sehingga presiden tidak
mampu membentuk Komite Reformasi dan Kabinet Reformasi; (10) dengan desakan
mahasiswa dan masyarakat serta demi kepentingan nasional, tanggal 21 Mei 1998
pukul 10.00 WIB Presiden Soeharto meleetakkan kekuasaan didepan Mahkamah Agung.
Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi pengganti presiden; (11)
pada 22 Mei 1998 setelah B.J. Habibie menerima tongkat estafet kepemimpinan
nasional maka dibentuk kabinet baru yang bernama Kabinet Reformasi Pembangunan.
C. Masa Pemerintahan Presiden Habibie (1998-1999)
Tugas B.J. Habibie adalah mengatasi krisis ekonomi yang melanda
Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, menciptakan pemerintahan yang bersih,
berwibawa bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal ini dilakukan
oleh presiden untuk menjawab tantangan era reformasi.
A. Dasar Hukum Habibie Menjadi
Presiden.
Naiknya
Habibie menggantikan Soeharto menjadi polemik
dikalangan ahli hukum, ada yang mengatakan
hal itu
konstitusional dan inskonstitusional. Yang
mengatakan konstitusional berpedoman Pasal 8 UUD 1945, "Bila
Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya, ia diganti
oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya". Adapun yang
mengatakan inskonstitusional berlandaskan ketentuan Pasal 9 UUD 1945, "Sebelum
Presiden meangku jabatan maka Presiden harus mengucapkan sumpah dan janji di
depan MPR atau DPR".
Secara hukum materiel Habibie
menjadi presiden sah dan konstitusional. Namun secara hukum formal (hukum
acara) hal itu tidak konstitusional, sebab perbuatan hokum yang sangat penting
yaitu pelimpahan wewenang dari Soeharto kepada Habibie harus melalui acara
resmi konstitusional. Saat itu DPR tidak memungkinkan untuk bersidang, maka
harus ada alas an yang kuat dan dinyatakan sendiri oleh DPR.
B. Langkah-langkah Pemerintahan Habibie.
1. Pembentukan Kabinet
Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan pada tanggal 22 Mei 1998 yang
meliputi perwakilan militer (TNI-PoIri), PPP, Golkar, dan PDI.
2. Upaya Perbaikan Ekonomi
Dengan mewarisi kondisi ekonomi yang parah "Krisis
Ekonomi" Presiden B.J. Habibie berusaha
melakukan langkah-langkah perbaikan, antara lain :
a) Merekapitalisasi perbankan.
b) Merekonstruksi perekonomian nasional.
c) Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
d) Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika hingga dibawahRp. 10.000,00
e) Mengimplementasikan refbrmasi ekonomi
yang disyaratkan IMF.
3. Reformasi di Bidang Politik
Presiden mengupayakan politik Indonesia
dalam kondisi yang transparan dan merencakan pemilu yang luber dan jurdil,
sehingga dapat dibentuk lembaga tinggi negara yang betul-betui representatif.
Tindakan nyata dengan membebaskan narapidana politik diantaranya yaitu : (1)
DR. Sri Bintang Pamungkas dosen Universitas Indonesia (UI) dan mantan anggota
DPR yang masuk penjara karena mengkritik Presiden Soeharto. (2) Mochtar
Pakpahan pemimpin buruh yang dijatuhi hukuman karena dituduh memicu kerusuhan
di Medan dalam tahun 1994.
4. Kebebasan Menyampaikan Pendapat.
Kebebasan ini pada masa sebelumnya
dibatasi, sekarang masa Habibie dibuka selebar-lebarnya baik menyampaikan
pendapat dalam bentuk rapat umum dan unjuk rasa. Dalam batas tertentu unjuk
rasa merupakan manifestasi proses demokratisasi. Maka banyak kalangan
mempertanyakan mengapa para pelaku unjuk rasa ditangkap dan diadili. Untuk
menghadapi para pengunjuk rasa Pemerintah dan DPR berhasil menciptakan UU Nomor
9 Tahun 1998 tentang " kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka
umum ".
Diberlakukannya undang-undang
tersebut bukan berarti keadaan menjadi tertib seperti yang
diharapkan. Seringkali terjadi pelanggaran oleh pengunjuk rasa maupun aparat
keamanan, akibatnya banyak korban dari pengunjuk rasa dan aparat keamanan. Hal
ini disebabkan oleh : (1) Undang-undang ini belum begitu memasyarakat. (2) Pengunjuk
rasa memancing permasalahan, dan membawa senjata tajam. (3) Aparat keamanan ada
.yang terpancing oleh tingkah laku pengunjuk
rasa sehingga tidak dapat mengendalikan
diri. (4) Ada pihak tertentu yang sengaja menciptakan suasana panas agar negara
menjadi kacau.
Krisis ini merupakan momentum
koreksi historis bukan sekedar lengsemya Soeharto dari kepresidenan tapi yang
paling penting membangun kelompok sipil lebih berpotensi untuk membongkar
praktek KKN, otonomi daerah, dan lain-lainnya. Dimana krisis multidimensi ini
berkaitan dengan sistem pemerintahan Orde Baru yang sentralistik yaitu kurang
memperhatikan tuntutan otonomi daerah sebab sebab segala kebijakan untuk daerah
selalu ditentukan oleh pemerintah pusat.
5. Masalah Dwi Fungsi ABRI
Gugatan terhadap peran dwifungsi
ABRI maka petinggi militer bergegas-gegas melakukan reorientasi dan reposisi
peran sosial politiknya selama ini. Dengan melakukan reformasi diri melalui
rumusan paradigma baru yaitu menarik diri dari berbagai kegiatan politik.
Pada era reformasi posisi ABRI
dalam MPR jumlahnya sudah dikurangi dari 75 orang menjadi 38 orang. ABRI yang
semula terdiri atas empat angkatan yang termasuk Polri, mulai tanggal 5 Mei
1999 Kepolisian RI memisahkan diri menjadi Kepolisian Negara RI. Istilah ABRI
berubah menjadi TNI yaitu angkatan darat, laut, dan udara.
6. Reformasi di Bidang Hukum
Pada masa pemerintahan Orde Baru
telah didengungkan pembaharuan bidang hukum namun dalam realisasinya produk
hukum tetap tidak melepaskan karakter elitnya. Misalnya UU Ketenagakerjaan
tetap saja adanya dominasi penguasa. DPR selama orde baru cenderung telah
berubah fungsi, sehingga produk yang disahkannya memihak penguasa
bukan memihak kepentingan masyarakat.
Prasyarat untuk melakukan
rekonstruksi dan reformasi hukum memerlukan reformasi politik yang
melahirkan keadaan demokratis dan DPR
yang representatif mewakili kepentingan masyarakat. Oleh karena itu
pemerintah dan DPR merupaka'n kunci untuk pembongkaran dan refbrmasi hukum. Target
reformasi hukum menyangkut tiga hal, yaitu : substansi hukum, aparatur penegak
hukum yang bersih dan berwibawa, dan institusi peradilan yang independen.
Mengingat produk hukum Orde Baru sangat tidak kondusif untuk menjamin
perlindungan hak asasi manusia, berkembangnya demokrasi dan menghambat
kreatifitas masyarakat. Adanya praktek KKN sebagai imbas dari adanya aturan
hukum yang tidak adil dan merugikan masyarakat.
7. Sidang Istimewa MPR
Salah satu jalan untuk
membuka kesempatan menyampaikan aspirasi rakyat ditengah-tengah tuntutan
reformasi total pemerintah melakasanakan Sidang Istimewa MPR pada
tanggal 10-13 Nopember 1998, diharapkan
benar-benar menyuarakan aspirasi masyarakat dengan perdebaaatan yang lebih
segar, dan terbuka.
Pada saat sidang berlangsung
temyata diluar gedung DPR/MPR Senayan suasana kian memanas oleh demonstrasi
mahasiswa dan massa sehingga anggota MPR yang bersidang mendapat tekanan untuk
bekerja lebih keras, serius, cepat sesuai tuntutan reformasi.
Sidang Istimewa MPR menghasilkan 12
ketetapan, yaitu :
a. Tap MPR No. X/MPR/1998 tentang
: Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi
Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara
b. Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang
: Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN.
c. Tap MPR No. XH/MPR/1998 tentang
: Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indinesia.
d. Tap MPR No. XV/MPR/1998 tentang
: Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
e. Tap MPR No. XVI/MPR/1998
tentang : Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.
f. Tap MPR No. XVII/MPR/1998
tentang : Hak Asasi Manusia.
g. Tap MPR No. VII/MPR/1998
tentang : Perubahan dan Tambahan atas Tap MPR Nomor : I/MPR/1983 tentang
Peraturan Tata Tertib MPR sebagaimana telah beberapa kali dirubah dan ditambah
dengan ketetapan MPR yang terakhirNomor: I/MPR/1998.
h. Tap MPR No. XIV/MPR/1998
tentang : Perubahan dan Penambahan atas Tap MPR No. III/MPR/1998 tentang
Pemilihan Umum.
i. Tap MPR No. III/V/MPR/1998
tentang : mencabut Tap MPR No. IV/MPR/1983 tentang referendum.
j. Tap MPR No. IX/MPR/1998
tentang : mencabut Tap MPR No. II/MPR/1998 tentang GBHN.
k. Tap MPR No. XII/MPR/1998
tentang : mencabut Tap MPR No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang
Khusus kepada Presiden/Mandataris MPR RI dalam Rangka Penyukseskan dan
Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.
l. Tap MPR No. XVIII/MPR/1998
tentang : mencabut Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang Pendoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa) dan penetapan tentang Penegasan
Pancasila sebagai DasarNegara.
8. Pemilihan Umum 1999
Faktor politik yang penting untuk
memulihkan krisis multidimensi di Indonesia yaitu dilaksanakan suatu pemilihan
urnum supaya dapat keluar dari krisis diperlukan pemimpin yang dipercaya
rakyat. Asas pemilihan urnum tahun 1999 adalah sebagai berikut: (1).Langsung, Pemilih
mempunyai hak secara langsung memberi suara sesuai kehendak nuraninya tanpa
perantara. (2) Umum, bahwa semua warga negara tanpa kecuali
yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia 17 tahun berhak memilih dan usia
21 tahun berhak dipilih. (3) Bebas, tiap warga negara berhak
menentukan pilihan tanpa tekanan atau paksaan dari siapapun/pihak manapun.
(4) Rahasia, tiap pemilih dijamin pilihannya tidak diketahui
oleh pihak manapun dengan cara apapun (5) Jujur, semua
pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan
pemilu (penyelenggara/pelaksana, pemerintah, pengawas, pemantau, pemilih, dan
yang terlibat secara langsung) harus bersikap dan bertindak jujur yakni sesuai
aturan yang berlaku. 6. Adil, bahwa pcmilili dan partai
politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama, bebas dari kecurangan
pihak manapun. Sebagaimana yang diamanatkan dalam ketetapan MPR, Presiden B.J.
Habibie menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu pelaksanaan pemilihan
umum.
Maka dicabutlah lima paket
undang-undang tentang politik yaitu UU tentang (1) Pemilu, (2) Susunan,
kedudukan, tugas, dan wewenang DPR/MPR, (3) Parpol dan Golongan Karya, (4)
Referendum, (5) Organisasi Masa. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga
undang-undang politik baru yang diratifikasi pada tanggal 1 Pebruari 1999 oleh
Presiden B.J. Habibie yaitu : (1) UU Partai Politik, (2) UU Pemilihan Umum, dan
(3) UU Susunan serta Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Adanya undang-undang politik
tersebut menggairahkan kehidupan politik di Indonesia, sehingga muncul
partai-partai politik yangjumlahnya cukup banyak, tidak kurang dari 112 partai
politik yang lahir dan mendaftar ke Departemen Kehakinam namun setelah
diseleksi hanya 48 partai politik yang berhak mengikuti pemilu. Pelaksana
pemilu adalah Komisi Pemilihan Umum yang terdiri atas wakil pemerintah dan
parpol peserta pemilu.
Pemungutan suara dilaksanakan pada
hari Kamis, 7 Juni 1999 berjalan lancar dan tidak ada kerusuhan seperti yang
dikhawatirkan masyarakat. Dalam perhitungan akhir hasil pemilu ada dua puluh
satu partai politik meraih suara untuk menduduki 462 kursi anggota DPR, yaitu
:
1) Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PD1-P) : 153 kursi.
2) Partai Golongan Karya ( Partai
Golkar)
: 120 kursi.
3) Partai Persatuan Pembangunan
(PPP)
: 58 kursi.
4) Partai Kebangkitan Bangsa
(PKB)
: 51 kursi.
5) Partai Amanat Nasional
(PAN)
: 34 kursi.
6) Partai Bulan Bintang
(PBB)
: 13 kursi
7) Partai Keadilan
(PK)
: 7 kursi
8) Partai Nahdiarul Ummah
(PNU)
: 5
kursi
9) Partai Demokrasi Kasih Bangsa
(PDKB)
: 5 kursi
10) Partai Keadilan Persatuan
(PKP)
: 4 kursi
11) Partai Demokrasi
Indonesia
: 2 kursi
12) Partai Kebangkitan Ummat
(PKU)
: 1 kursi
13) Partai Syarikat Islam
Indonesia
(PSII)
: 1 kursi
14) Partai Politik Islam Indonesia
Masyumi : 1
kursi
15) Ikatan Pendukung Kemerdekaan
Indonesia (IPKI): 1 kursi
16)PNI-MasaMarhaen
: 1 kursi
17)PNI-FrontMarhaen`` :
1 kursi
18) Partai Persatuan
(PP) :
1 kursi
19) Partai Daulat Rakyat
(PDR) :
1 kursi
20) Partai Bhineka Tunggal Ika
(FBI)
: 1 kursi
21) Partai Katholik Demokrat
(PKD)
: 1 kursi
22)
TNI/POLRI :
46 kursi
9. Sidang Umum MPR Hasil Pemilu 1999
Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang
diketuai oleh Jenderal (Pum) Rudini menetapkan jumlah anggota MPR berdasarkan
hasil pemilu 1999 yang terdiri dari anggota DPR (462 orang wakil dari parpol
dan 38 orang
TNI/PoIri), 65 orang wakil-wakil Utusan
Golongan, dan 135 orang Utusan Daerah. Maka MPR melaksanakan Sidang Umum MPR
Tahun 1999tanggal 1-21 Oktober 1999. Sidang mengesahkan Prof. DR. H. Muhammad
Amin Rais, MA (PAN) sebagai Ketua MPR, dan Ir. Akbar Tandjung (Partai Golkar)
sebagai Ketua DPR.
Dalam pencalonan presiden muncul
tiga nama calon yang diajukan oleh fraksi-fraksi di MPR, yaitu KH Abdurrahman
Wahid (PKB), Hj.Megawati Soekamoputri (PDI-P), Prof.DR. Yusril Ihza Mahendra,
SH, MSc (PBB), Namun sebelum pemilihan Yusril mengundurkan diri. Hasil
pemilihan dilaksanakan secara voting KH. Abdurrahman Wahid mendapat 373 suara,
Megawati mendapat 313 suara, dan 5 abstein. Dalam pemilihan wakil presiden
dengan calon Hj.Megawati Soekamoputri (PDI-P) dan DR. Hamzah Haz (PPP)
dimenangkan oleh Megawati Soekamoputri.
Pada tanggal 25 Oktober 1999
Presiden KH Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekamoputri menyusun
Kabinet Persatuan Nasional, yang terdiri dari: 3 Menteri Koordinator (Menko
Polkam, Menko Ekuin, dan Menko Kesra), 16 menteri yang memimpin departemen, 13
Menteri Negara.
Pemerintahan Presiden
KH.Abdurrahman Wahid (1999-2001) ini tidak dapat berlangsung lama pada akhir
Juli 2001 jatuh lewat Sidang Istimewa MPR akibat perseteraunnya dengan DPR dan
kasus Brunaigate serta Buloggate, kemudian melalui Sidang Istimewa MPR yang
kemudian melantik Wakil Presiden Hj.Megawati Sukamoputri menjadi Presiden RI
ke-5 (2001 - 2004) dan DR. H.Hamzah Haz dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
menjadi Wakil Presiden RI ke-9 (2001 - 2004).
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar