Selasa, 17 Mei 2016

CONTOH MAKALAH KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK ASPEK SOSIAL

PEMBAHASAN
  1. Pendahuluan
Masing-masing peserta didik atau siswa sebagai individu dan subjek belajar memiliki karakteristik atau ciri-ciri sendiri. Kondisi atau keadaan yang terdapat pada masing-masing siswa dapat mempengaruhi bagaimana proses belajar siswa tersebut. Dengan kondisi peserta yang mendukung maka pembelajaran tentu dapat dilakukan dengan lebih baik, sebaliknya pula dengan karakteristik yang lemah maka dapat menjadi hambatan dalam proses belajar mengajar.
Dalam bukunya, Sardiman (2011: 120) menyebutkan bahwa terdapat 3 macam hal karakteristik atau keadaan yang ada pada siswa yang perlu diperhatikan guru yaitu:
1)      Karakteristik atau keadaan yang berkenaan dengan kemampuan awal siswa. Misalnya adalah kemampuan intelektual, kemampuan berpikir, dan lain-lain.
2)      Karakteristik atau keadaan siswa yang berkenaan dengan latar belakang dan sosial.
3)      Karakteristik atau keadaan siswa yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian seperti sikap, perasaan, minat, dan lain-lain.
Makalah ini akan membahas mengenai karakteristik peserta didik sekolah dasar maupun remaja dalam aspek sosial.

  1. Karakteristik Peserta Didik pada Masa Anak Sekolah (6-12 tahun)
Banyak ahli menganggap masa ini sebagai masa tenang atau masa latent. Di mana apa yang telah terjadi dan dipupuk pada masa-masa sebelumnya akan berlangsung terus untuk masa-masa selanjutnya. Tahap usia ini disebut juga sebagai usia kelompok (gang age), di mana anak mulai mengalihkan perhatian dan hubungan intim dalam keluarga ke kerjasama antar teman dan sikap-sikap terhadap kerja atau belajar.
Dengan memasuki SD, salah satu hal penting yang perlu dimiliki anak adalah kematangan sekolah, tidak saja meliputi kecerdasan dan keterampilan motoric, bahasa, tetapi juga hal lain seperti dapat menerima otoritas tokoh lain di luar orangtuanya, kesadaran akan tugas, patuh pada peraturan, dan dapat mengendalikan emosi-emosinya.
Pada masa anak sekolah ini, anak-anak membandingkan dirinya dengan teman-temannya di mana ia mudah sekali dihinggapi ketakutan akan kegagalan dan ejekan teman,. Bila pada masa ini ia sering gagal dan merasa cemas, akan tumbuh rasa rendah diri, sebaliknya bila ia tahu tentang bagaimana dan apa yang perlu dikerjakan dalam menghadapi tuntutan masyarakatnya, dan ia berhasil mengatasi masalah dalam hubungan teman, dan prestasi sekolahnya, akan timbul motivas yang tinggi terhadap karya dengan lain perkataan terpupuklah “industry”.
Dengan memasuki dunia sekolah dan masyarakat, anak-anak dihadapkan pada tuntutan social yang baru, yang menyebbkan timbulnya harapan-harapan atas diri sendiri (self-expectation) dan aspirasi-aspirasi baru, engan lain perkataan akan muncul lebih banyak tuntutan dari lingkungan maupun dari dalam anak sendiri yang kesemuanya ingin dipenuhi. Beberapa keterampilan yang perlu dimiliki anak pada fase ini meliputi antara lain :
a.       Keterampilan menolong diri sendiri (self-help skills) : misalnya dalam hal mandi, berdandan, makan, sudah jarang tau bahkan tidak perlu ditolong lagi.
b.      Keterampilan bantuan social (social-help skill) : anak mampu membantu dalam tugas-tugas rumah tangga seperti menyapu, membersihkan rumah, mencuci dan sebagainya. Partisipasi mereka akan memupuk perasaan diri berguna dan sikap kerjasama.
c.       Keterampilan sekolah (school-skills) : meliputi penguasaan dalam hal akademik dan non akademik (misalnya menulis, mengarang, matematika, melukis, menyanyi, prakarya, dan sebagainya).
d.      Keterampilan bermain (play skills) : meliputi keterampilan dalam berbagai jenis permainan seperti antara lain main bola, mengendarai sepeda, sepatu roda, catur, bulu tangkis, dan sebagainya.
Di dalam segi emosinya, nampak pada usia ini, anak mulai belajar mengendalikan reaksi emosinya dengan berbagai cara atau tindakan yang dapat diterima lingkungannya (misalnya sekarang ia tidak lagi menjerit-jerit dan berguling-gulingan kalu keinginannya tidak dipenuhi karena reaksi semacam ini dianggap seperti “anak kecil”). Memang masih sering terjadi bahwa di rumah anak-anak usia ini kurang besar motivasinya untuk mengendalikan emosinya dibandingkan dengan control emosi yang dilakukannya di luar rumah (di antara teman atau di sekolah).
Pada masa akhir sekolah, karena tujuan utama adalah diakui sebagai anggota dari suatu kelompok, maka biasanya anak-anak cenderung lebih senang memilih aturan-aturan yang ditetapkan kelompoknya daripada apa-apa yang diatur oleh orangtuanya (misalnya dalam cara berpakaian, berbicara, bertingkah laku, dan sebagainya).
Melalui pengasuhan di rumah, dan pergaulan sosial dan sehari-hari anak belajar  bagaimana berinteraksi dengan orang lain, bagaimana ia menemukan identitas diri dan peran jenis kelaminnya, bagaimana meltih otonomi, sikap mandiri dan berinisiatif, bagaimana belajar mengatasi kecemasan dan konflik  secara tepat, bagaimana mengembangkan moral dan kata hati yang benar-benar serasi. (Gunarsa Yulia, Gunarsa Singgih : 2008)

  1. Karakteristik Peserta Didik pada Masa Remaja
Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah.
Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatkan pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin.
Kuatnya Pengaruh Kelompok Sebaya
Karena remaja lain banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Misalnya, sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila mereka memakai model pakaian yang sama dengan pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan baginya untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar. Demikian pula bila anggota kelompok mencoba minum alcohol, obat-obat terlarang atau rokok, maka remaja cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan perasaan mereka sendiri akibatnya. Bertambah tua maka jenis teman menjadi lebih penting daripada jumlah.
Karena remaja mengerti apa yang diharapkan dari teman-teman, maka remaja bersikeras untuk memilih sendiri teman-temannya tanpa campur tangan orang dewasa. Seringkali hal ini menimbulkan dua akibat yang mengganggu stabilitas persahabatan remaja. Pertama, karena kurangnya pengalaman terutama dengan lawan jenis remaja memilih teman-teman yang kurang sesuai, tidak seperti yang diharpkan, pertengkaran sering terjadi dan kemudian persahabatan mereka bubar.
Kedua, seperti halnya dalam bidang-bidang kehidupan lainnya, remaja cenderung tidak realistic dengan standar yang ia tetapkan untuk teman-temannya. Ia menjadi kritis bila teman-teman tidak memenuhi standan dan kemudian berusaha memperbaiki teman-temannya. Biasanya hal ini juga menyebabkan pertengkaran dan mengakhiri persahabatan. Lambat laun remaja menjadi lebih realistic akan orang-orang lain dan juga akan diri sendiri. Dengan demikian, ia tidak sekritis sebelumnya dan lebih menerima teman-temannya.
Nilai Baru dalam Penerimaan Sosial
Seperti halnya adanya nilai baru mengenai teman-temannya, remaja juga mempunyai nilai baru dalam menerima atau tidak menerima anggota-anggota berbagai kelompok sebaya seperti klik, kelompok besar atau geng. Nilai ini terutama didasarkan pada nilai kelompok sebaya yang digunakan untuk menilai anggota-anggota kelompok. Remaja segera mengerti bahwa ia dinilai dengan standar yang sama dengan yang digunakan untuk menilai orang lain.
Tidak ada satu sifat atau pola perilaku khas yang akan menjamin penerimaan sosial selama masa remaja. Penerimaan bergantung pada sekumpulan sifat dan pola perilaku yaitu sindroma penerimaan yang disenangi remaja dan dapat menambah gensi dari klik atau kelompok besar yang diidentifikasi.
Demikian pula, tidak ada satu sifat atau pola perilaku yang menjauhkan remaja dari teman-teman sebayanya. Namun ada pengelompokan sifat sindroma alienasi yang membuat orang lain tidak menyukai atau menolaknya.
Minat Sosial
Minat yang bersifat sosial bergantung pada kesempatan yang diperoleh remaja untuk mengembangkan minat tersebut dan pada kepopulerannya dalam kelompok. Seorang remaja yang status sosioekonomis keluarganya rendah, misalnya, mempunyai sedikit kesempatan untuk mengembangkan minat pada pesta-pesta dan dansa dibandingkan dengan remaja yang latar belakang keluarga yang lebih baik. Begitu pula, remaja yang tidak populer akan mempunyai minat sosial yang terbatas.
Minat-minat Sosial yang Umum Pada Remaja
1.      Pesta
Minat terhadap pesta dengan teman-teman lawan jenis pertama kali tampak sekitar usia tiga belas atau empat belas tahun. Sepanjang masa remaja anak perempuan lebih menyukai pesta daripada anak laki-laki.
2.      Minum-minuman Keras
Minuman keras pada saat berkencan atau pesta semakin bertambah popular selama masa remaja, remaja perempuan bersama teman-teman sejenis jarang minum-minuman keras dibandingkan dengan remaja laki-laki.
3.      Obat-obatan terlarang
Meskipun tidak bersifat universal, penggunaan obat-obat terlarang merupakan kegiatan klik dan kegiatan pesta yang populer, yang dimulai pada awal masa remaja. Banyak remaja mencoba obat-obatan ini karena “ harus dicoba,” meskipun beberapa kemudian menjadi kecanduan.
4.      Percakapan
Setiap remaja memperoleh rasa aman bila berada diantara teman-teman dan membicarakan hal-hal yang menarik atau yang mengganggunya, pertemuan-pertemuan seperti ini merupakan kesempatan untuk mengeluarkan isi hati dan memperoleh pandangan baru terhadap masalah yang dihadapi.
5.      Menolong orang lain
Banyak kaula muda sangat berminat untuk menolong mereka yang merasa dirinya tidak mengerti, diperlakukan kurang baik atau yang merasa tertekan. Lama kelamaan minat ini berkurang karena 2 hal. Pertama, remaja mulai merasa bahwa tidak ada yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki kekeliruan-kekeliruan ini, dan kedua, mereka merasa bahwa usaha-usaha mereka seringkali tidak dihargai.
6.      Peristiwa Dunia
Melalui pelajaran-pelajaran di sekolah dan media masa, remaja seringkali mengembangkan minat terhadap pemerintahan, politik dan peristiwa-peristiwa dunia. Minat ini diungkapkan terutama melalui bacaan dan pembicaraan-pembicaraan dengan teman-teman, guru-guru, dan orang tua.
7.      Kritik dan Pembaruan
Hampir semua kaula muda, terutama remaja perempuan, menjadi kritis dan berusaha memperbaiki orang tua, teman-teman, sekolah dan masyarakat. Kritik-kritik mereka biasanya bersifat merusak, bukan kritik membangun, dan usul-usul untuk memperbaiki biasanya tidak praktis. (Hurlock : 1980)

  1. Kesimpulan
·         Perkembangan sosial adalah perkembangannya tingkat hubungan antar manusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia. 
·         Perhatian remaja mulai tertuju  pada pergaulan didalam masyarakat dan mereka membutuhkan pemahaman tentang norma kehidupan yang kompleks. Pergaulan remaja banyak diwujudkan dalam bentuk kehidupan kelompok terutama kelompok sebaya.
·         Perkembangan sosial remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : kondisi keluarga, kematangan anak, status social ekonomi keluarga, pendidikan, dan kapasitas mental terutama intelek dan emosi. 
·         Perkembangan intelektual anak sangat tergantung pada berbagai faktor utama, antara lain kesehatan jasmani, pergaulan dan pembinaan orang tua. Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan).  



REFERENSI
Gunarsa & Gunarsa Singgih. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia.
Hurlock, Elizabeth B . 1980. Psikologi Perkembangan. Erlangga. Jakarta
Kurnia, inggrid dkk. 2007. Perkembangan Belajar Peserta Didik. Tidak diterbitkan.
Muhibbinsyah. 2010. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press
Sunarto & Hartono. 1995. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

https://guruipskudu.wordpress.com/2013/05/12/karakteristik-peserta-didik-kd-1-1-indikator-1-1-1/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar